Welcoming 2014

Waarom ben je bang voor de dood?


Why are you afraid of the death? Kira-kira seperti itulah artinya. Dalam beberapa pekan ini saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan bertanya pada diri saya sendiri apakah saya sudah siap pindah ke alam lain. No answer tentu saja. No sound. Mungkin karena saya merasa kurang pahalanya. Kata orang kalau pahala kita sedikit kita masuk neraka. Dalam islam ada namanya hari penghitungan amal dan juga hari penimbangan pahala.Yaumul hisab dan yaumul mizan namanya. Entah ada berapa banyak ajaran yang memperhitungkan pahala. Tapi saya rasa semua agama mensyaratkan pahala agar penganutnya dapat kekal dalam sorga, nirwana, dan berbagai macamnya. Dari mulai kebaikan, amal baik, dsb. Pahala memang bukan untuk dihitung, tetapi untuk diraih.Banyak orang memusingkan pahala. Kurangnya pahala, sedikitnya pahala, and all of that. Terkadang saya merasa pahala yang saya raih bukan semata-mata karena Tuhan, tapi karena saya merasa pahala saya selalu kurang, dan Tuhan menginginkan umatnya untuk berpahala, beramal baik, beramal soleh. 

Saya bukan seorang yang puritan ataupun hipokrit. Namun saya pun merasa diri ini bukanlah seorang pendosa ulung. Sepanjang hidup saya, tujuh belas tahun kebelakang, saya hanya menjalankan hidup ini ala kadarnya. Mungkin ada beberapa perubahan yang terjadi dari segi fisik maupun psikis yang lebih banyak didominasi oleh fisik tentu saja. In spite of that, tidak ada perubahan yang signifikan dalam diri saya. Mungkin kata orang, gadis kecil bertahi lalat dibawah bibir yang dahulu terlihat lugu, now telah bermetamorfosis menjadi si sulung yang matang. Namun itu hanya tampak dari luar saja. Seperti orang-orang nasa yang menemukan galaksi baru dengan teleskop hubble, begitu juga diri saya. Dahulu saya senang membuka diri. Menjadi perempuan yang super ekspresif dan ekstrovert. Emosi saya meluap-luap. Terbukti lewat bakat saya menulis puisi-puisi kacangan. Sebaran gombal-gambil serta pengakuan cinta yang tersedu-sedu. 

Dulu mungkin saya konyol. Saya selalu berusaha untuk menjadi yang paling baik diantara yang terbaik. Lebih terlihat konyol lagi dimana saya terus-menerus mengumbar saran-saran memuakkan yang pada nyatanya dinikmati semua orang. Who am I? Saya hanyalah seseorang yang dianggap lebih sedikit dari sekeliling saya. Sekiranya itulah yang mereka ucap. Tidak pernah terbesit dalam pikiran saya untuk menjadi congkak. Tentu banyak orang yang menilai saya terlalu congkak, jutek, belagu, maupun sengak.

Setelah saya SMA, kepribadian saya mulai berubah. Hidup itu penuh proses. Mungkin saya dapat dianalogikan seperti ayam. Ketika masih mentah, I look big. But when I am being fried, I look smaller. Menjadi kecil. Mengkerut. Perhaps, hidup saya berproses untuk mengkerut. Karena memang semakin lama pergaulan saya semakin mengecil dan mengecil dalam ruang lingkup yang itu-itu saja. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa saya belum mengerti arti hidup. They said that I am anti social person. Ada orang yang bilang kalau hidup saya tidak berguna karena pada kenyataannya I DON'T HAVE FRIENDS. Ada yang bilang saya hanya tahu teori untuk hidup bukan praktek untuk hidup. Everyone lives with his own way. Go fuck yourselves. Itu lah yang ada di benak saya kala itu.

I am surrounded with nitwits. Saya berada di tempat dimana norma terus ditegakkan. Norma yang penuh kepalsuan. Karena pada dasarnya setiap orang berlaku bengis. Senang berperilaku menyimpang. Norma terus-menerus dielu-elukan tanpa tertib hukum yang jelas. Saya dilarang menghamili orang-orang dengan pendapat saya. Apa salahnya, itu hanya sebuah pendapat kan? Mereka bilang saya ini gila. No one wants to be my friend. Pendapat saya mungkin bisa melahirkan pendapat baru yang berbeda. Everyone has right to express his opinion. Saya urung berontak. Saya hanya berusaha menjadi pribadi yang disenangi. Saya diam.

Semakin lama semakin sulit untuk beradaptasi. Itulah yang saya rasakan hingga kini. Sejujurnya saya masih ragu-ragu. I have confessed bahwa saya bukan seorang puritan. Tapi saya berlaku seperti puritan yang memuakkan, penuh kepura-puraan. Kalau ditanya apa mau saya, saya tak akan pernah tahu. Karena saya benar-benar tak mengerti apa keinginan saya sebenarnya, mengapa saya harus terlahir dan berjuang. As I grow older, I have to survive myself. As the years roll by, I have to be strong and brave. As the calender is being changed every year, I have to renew myself into a good one.

Kalender di rumah saya baru, saya baru sadar pula. Ternyata tahunnya pun sudah baru. 2014. Saya hanya ingat bahwa tanggal 14 itu adalah tanggal jadian saya dengan pacar tiga bulan saya. Dan 20 didepannya, tak bermakna. Tahun baru tak pernah berkesan buat saya, at least the new year's eve celebration. Saya benci perayaan-perayaan yang membuang-buang uang. Walau there are still years ahead that can be spent by being a party girl or a millionaire lady. Buat saya, tahun baru itu bukan soal bersenang-senang atau berbahagia. Bukanlah gegap-gempita atau baik-buruknya. Ini soal diri saya, diri saya yang haus akan kesiapan. Diri saya yang masih terus bertanya-tanya dimanakah kekuatan. Diri saya yang sibuk berkembang dan bermetamorfosis. Diri saya yang terus berjuang hidup dan mencari arti dari hidup. Tentu semua yang ada di dalamnya. Pahala dan dosa.




The old me that soon will change into the new me.

Comments

Popular Posts