Pemanfaatan Teknologi Oleh Generasi Lansia




Perkembangan new media dan peralatan komunikasi merupakan salah satu dampak dari kemajuan IPTEK yang memiliki dampak serta manfaat yang luas bagi masyarakat. Kemajuan ini menimbulkan perubahan yang datang dari berbagai aspek seperti aspek sosial, ekonomi, pendidikan, dsb. Dalam bidang sosial misalnya, perkembangan new media seperti internet menciptakan berbagai inovasi baru seperti adanya media sosial sehingga masyarakat dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan kerabat atau temannya tanpa terhalang ruang dan waktu. Lain misalnya dalam bidang ekonomi, adanya kemajuan IPTEK mempermudah proses pembelian dan transaksi. Selain itu, dalam bidang pendidikan, kemajuan IPTEK menciptakan berbagai kemudahan dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru dengan siswa, ataupun dosen dengan mahasiswanya.

Namun, perkembangan new media sebagai salah satu kemajuan termutakhir tidak dapat secara merata dinikmati oleh semua orang. Pemanfaatan new media lebih cenderung dilakukan oleh generasi 1990-an ke atas karena disinyalir generasi tersebut dinilai lebih fleksibel dalam melakukan penyesuaian. Selain keberagaman usia, keberagaman jenis kelamin, pekerjaan, serta pendidikan juga mempengaruhi pemanfaatan new media saat ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rukman Pala dalam jurnalnya yang berjudul Penggunaan Internet dan Kategori Sosial Penggunanya,  temuan memperlihatkan bahwa responden terbedakan berdasarkan lima tingkat pendidikan, SD, SLTP, SLTA, diploma dan Sarjana. Dari lima jenis tingkatan pendidikan ini, maka responden cenderung lebih banyak yang menamatkannya pada level SLTA (46.4%). Responden yang tamat SLTP kemudian mengikuti porsi responden SLTA dengan jumlah sebanyak 25.7%. Sementara responden berpendidikan SD, diploma dan sarjana porsinya antara 4.6% - 12.9%. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa user berpendidikan SLTA yang notabene memiliki rentang usia dari 15-19 tahun mendominasi penggunaan new media.

Berbeda dengan remaja, masyarakat berusia 40 tahun ke atas saja sudah mengalami kesulitan dalam pemanfaatan new media. New media dinilai kurang user friendly sehingga kebanyakan dari mereka urung untuk hijrah menggunakan alat telekomunikasi terbaru. Selain itu, menurut Van Dijk (1999) seperti yang dikutip dari Handbook of New Media: Social Shaping and Social Consequences of ITCs, generasi berusia tua cenderung merasa terintimidasi oleh teknologi karena mungkin mereka mendapati kesulitan dan pengalaman buruk ketika pertama kali menggunakannya. Hal tersebut mungkin juga dirasakan berbagai generasi lanjut usia di Indonesia. Kebanyakan dari mereka menilai bahwa perangkat teknologi yang ada saat ini susah digunakan karena cenderung memaksa mereka untuk mengerti bahasa inggris yang biasanya digunakan dalam berbagai perangkat tersebut. Selain itu, skeptisisme mereka terhadap perangkat teknologi yang dinilai tidak pasti membuat mereka cenederung lebih senang melakukan hal secara manual.

Maka tak heran, bila banyak ditemukan kasus antrean pendaftaran BPJS yang cukup panjang di berbagai daerah di Indonesia. Kebanyakan dari para pengantre tersebut tidak mau menggunakan fitur online yang sudah dapat diakses secara mudah untuk mendaftar BPJS. Selain itu, kebanyakan kaum lansia malas menggunakan telepon genggam karena mereka menilai bahwa telepon genggam sulit digunakan dengan layarnya yang kecil dan tulisannya yang sulit terbaca. Kebanyakan dari mereka merasa kalau komunikasi masih bisa dilkukan secara tatap muka karena mereka berpikir itu lah cara berkomunikasi yang baik. Hal tersebut merupakan penuturan dari kakek saya yang sudah berusia 75 tahun. Ia menilai bahwa perangkat teknologi hanya akan menghambat kegiatannya. "Itu liat aja anak jaman sekarang sibuk mainan handphone terus jadi males." Ucapnya.

Contoh lain ialah penggunaan fasilitas e-KTP dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk yang baru-baru ini dijalankan oleh Pemerintah. Bagi para generasi muda mungkin perkembangan ini sangat bermanfaat karena sarat akan teknologi terbaru seperti chip yang memuat data-data individu serta biometrics. Namun, bagi generasi lanjut usia adanya e-KTP menyusahkannya karena dalam pembuatannya mereka harus melewati berbagai rangkaian seperti pemasukan sidik jari, tanda tangan dalam layar komputer, maupun melewati sesi foto kilat. Kemajuan teknologi yang diguakan e-KTP seakan-akan tidak berarti bagi mereka karena kebanyakan dari mereka tidak memiliki edukasi yang cukup terhadap perangkat tersebut.

Persepsi dan pandangan skeptis terhadap teknologi oleh generasi lanjut usia mungkin akan terus berlangsung hingga nanti. Mereka akan terus berpandangan demikian kecuali mereka mau terbuka dan belajar menggunakan serta memanfaatkan perangkat teknologi komunikasi yang ada. Akan terasa percuma bila kita sebagai generasi muda berusaha untuk memperkenalkan teknologi dan mengajarkan para generasi lanjut usia tersebut cara menggunakannya jika mereka saja tidak memiliki keterbukaan untuk itu. Selain dari faktor internal dari para calon pengguna, juga diperlukan sebuah faktor eksternal yakni inovasi yang mumpuni dari berbagai perangkat teknologi agar dapat bersifat user friendly terhadap penggunanya. Kesulitan dalam menggunakan perangkat teknologi menjadi salah satu faktor yang memperbesar keengganan mereka untuk hijarh dan beralih menggunakan perangkat teknologi. Solusi tersebut dapat diterapkan sehingga pada akhirnya manfaat teknologi dan new media tidak hanya dapat dirasakan oleh golongan masyarakat tertentu saja, namun juga dari berbagai golongan dengan latar belakang yang berbeda.


Referensi:

Pala, Rukman. 2014. Penggunaan Internet dan Kategori Sosial Penggunanya. Jurnal Studi Komunikasi dan Media. Vol. 18, No. 1.

Lievrouw, Leah. 2002. Handbook of New Media: Social Shaping and Social Consequences of ITCs. Sage Publications. London.

Comments

Popular Posts